HUTAN-BANGKET ADAT BAYAN KLU
Pandangan masyarakat adat Bayan, hutan adat bukan sebuah tempat mendirikan kampung bagi umat manusia, , akan tetapi di hutan adat memiliki penghuni lain yang gaib, sehingga setiap orang yang akan memasuki hutan adat yang ada di Bangket Bayan harus mendapat ijin dari penjaganya yaitu Mak Lokak Perumbak Daya.
Seperti diketahui, bahwa Bayan merupakan nama sebuah desa dan kecamatan yang terkenal di seantero nusantara bahkan hingga ke mancanegara. Ini dikarenakan, komunitas yang tingga di Desa Bayan masih tetap memegang dan mempraktekkan kegiatan adat-istiadat dan nilai-nilai budaya yang tetap dijunjung tinggi, termasuk hukum adat yang mengatur dan mengikat secara keseluruhan komunitas adat Bayan. Hukum adat juga mengatur hubungan antar masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan alam lingkungannya, dan masyarakat dengan Tuhannya.
Bayan, bila ditinjau dari sistem kekuasaan, merupakan pengemban utama dalam pelaksanaan adat-istiadat yang ada di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan gundem (musywarah adat), seperti pengangkatan Mak Lokak Perumbak Daya yang memiliki tugas dan fungsi menjaga hutan adat, selalu diawali dengan komunikasi para pemangku adat, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan para pejabat adat (tetua adat) lainnya yang berasal dari Desa Bayan, Desa Karang Bajo dan Desa Loloan, serta diiukti oleh para prusa atau tokoh adat lainnya.
Dalam babad disebutkan, bahwa Bayan pernah dipimpin oleh seorang raja yang istilah bahasa Bayan adalah “Datu Bayan”. Datu Bayan ini bergelar Susuhunan Ratu Mas Bayan Agung, yang dalam silsilahnya datu tersebut bersaudara 18 orang dari hasil perkawinannya dengan beberapa permaisuri dan selir. Saudara Datu Bayan ini menyebar ke seluruh Pulau Lombok. Sejarah juga mencatat, dari hasil perkawinan pertama Datu Bayan, dia memperoleh dua orang putra yang bergelar Pangeran Mas Mutering Langit dan Pangeran Mas Metering Jadad. Dan kedua pangeran inilah yang melanjutkan kepemimpinan kejarajaan Bayan.
Datu Pangeran Mas Mutering Langit sebagai saudara tertua berkedudukan di Bayan Timur dengan tugas menjalankan adat gama, yaitu sebuah lembaga adat yang mengatur hubungan vertikal dengan sang pencipta Allah SWT. Sementara Datu Pangeran Mas Mutering Jagad berkedudukan di Bayan Barat, yang bertugas menjalankan adat Luir Gama yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan, lingkungan dan adat-istiadat lainnya.
Kedua Datu Bayan tersebut dalam menjalnkan tugasnya dibantu oleh keluarga kerajaan, antara lain: Titi Mas Rempung yang tinggal di Desa Loloan, Titi Mas Puncan Surya yang tinggal di Desa Karang Bajo, dan Titi Mas Pakel yang tinggal di Karang Salah. Sedangkan dalam menjalankan tugas dibidang keagamaan dibantgu oleh Titi Mas Pengulu, Mudim, Ketip dan Lebe Antassalam.
Kata “Bayan” berasal dari bahasa Arab yang berarti penerangan atau penjelasan. Nama ini dikenal setelah Islam masuk ke Bayan sekitar abad ke 16, yang dibawa oleh para ulama dan pedagang yang singgah di Pelabuhan Carik. Labuhan Carik sendiri kala itu adalah pelabuhan yang cukup strategis, karena tempat persinggahan para pedagang yang datang dari pulau Jawa, Sulawesi dan pulau Sumbawa. Dan pelabuhan itu sendiri sebagai bagian wilayah yang dikelola Kerjaan Bayan. Dan untuk menjaga Pelabuhan Carik diangkatlah Mak Lokak Sahbandar yang diberi tugas khusus mengelola Pelabuhan Carik.
Kerajaan Bayan terbentang sepanjang pantai utara Pulau Lombok dengan batas kerajaan Bayan saat itu adalah sebelah timur: Tal Baluk (berbatasan dengan Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur-sekarang), sebelah barat berbatasan dengan Menanga Reduh yang berada di Desa Melaka Kecamatan Pemenang, sementara sebelah utara: laut lepas dan sebelah selatan Gunung Rinjani.
Hutan adat Bangket Bayan adalah salah satu hutan adat yang terletak di Dusun Teres Genit Desa Bayan, dengan luas, 57,4 ha. Hutan yang berada di tengah areal persawahan lahan pertanian ini berbatasan langsung dengan suangai Reak yaitu sebuah sungai yang dijadikan batas desa antar Senaru dengan Desa Bayan. Sementara di sebelah timur terdapat sebuah sungai Lokok Pelo’ yang pengamanan dan pengelolaannya diserahkan ke Mak Lokak Perumbak Daya dan masyarakat adat.
Hutan adat ini memiliki sembilan sumber mata air dan terletak pada ketinggian sekitar 550 meter dari permukaan laut dengan debit air 120 liter/detik. Dalam praktek pengelolaannya, hutan adat Bangket Bayan mengatur pola hubungan antar masyarakat adat dengan hutan adat Bangket Bayan, dan pola hubungan pejabat/prusa dengan para petani, serta pola hubungan antara manusia dengan hal gaib yang berada didalam hutan adat itu sendiri.
Di lokasi kawasan hutan adat, terdapat dua bangunan rumah sebagai tempat tinggal Mak Lokak Perumbak Daya dan penyandingnya yang bertugas sebagai penjaga hutan. Untuk menghidupi diri dan keluarganya, Perumbak Daya diberikan tanah pecatu adat dan ditambah dengan pelemer gunja (iuran dari petani) berupa beberapa ikat padi sebagai kewajiban petani atas jasa Mak Lokak dalam menjaga kelestarian hutan adat Bangket Bayan.
Selain Mak Lokak Perumbak Daya dan penyandingnya ada juga jabatan yang bertugas melaksanakan ritual-ritual disumber mata air yang disebut dengan Inan Aik yang bertugas mengatur distribusi air ke sawah milik warga.
Sementara ritual yang dilaksanakan di hutan adat Bangket Bayan adalah ritual Tek Lauq-Tek Daya dan Sedekah Gumi, untuk mengingatkan kembali perjalanan napak tilas kedua putra Raja Bayan yaitu Datu Pengeran Mas Muterning Langit dan Datu Pangeran Mas Muterning Jagad. Kegiatan ritual ini biasanya dilaksanakan sekali dalam delapan tahun. Selain itu, ritual adat Luir Gama yang berhubungan dengan alam, lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam lainnya dimandatkan kepada Lokaq Gantungan Rombong yang ada di Karang Bajo dan Bayan Barat.
Kelestarian hutan adat Bangket Bayan tak terlepas dari kuatnya awiq-awiq yang dijalankan oleh komunitas adat setempat. Lebih-lebih hutan adat ini memiliki sumber mata air yang bukan saja dimamfaatkan oleh masyarakat sekitar, namun juga dimamfaatkan oleh PDAM untuk kebutuhan masyarakat Kecamatan Bayan.
Karena kelestariannya tetap terjaga, sehingga hutan adat yang berada di wilayah Desa Bayan Kecamatan Bayan ini didaulat mewakili Kabupaten Lombok Utara untuk mengikuti lomba Perlindungan Mata Air (Permata) tingkat provinsi NTB untuk meraih Kalvataru, yang berlangsung pada 29 April 2013.
Awiq-awiq yang mengatur tentang hutan Bangket Bayan berisi pelarangan mengambil/memetik, mencabut, menebang, menangkap satwa-satwa dan membakar pohon/kayu mati yang terdapat didalam kawasan hutan; Dilarang menggembala ternak di sekitar pinggir dan di dalam kawasan hutan adat yang dapat menyebabkan rusaknya flora dan fauna hutan; Dilarang mencemari/mengotori sumber-sumber mata air di dalam kawasan hutan adat; Dilarang melakukan meracuni Daerah Aliran Sungai (DAS) menggunakan fottas, decis, setrum dan lain-lain yang dalam menyebabkan musnahnya biotik-biotik hidup di sungai; dan bagi setiap pemakai/ pengguna air baik perorangan maupun kelompok diwajibkan membayar iuran/sawinih kepada pengelola hutan adat dan sumber mata air.
Dalam mengakkan awiq-awiq hutan adat dan mata air akan dikenakan sanksi yang wajib dipenuhi dan dilaksanakan bagi pelanggar awiq-awiq yaitu mengeluarkan satu ekor kerbau, beras 1 kwintal, uang bolong/kepeng susuk 244 biji dan kelapa 40 butir. Selain itu bagi para pelanggart juga diwajibkan mengeluarkan, gula merah, beras satu rombong sebagai Ulun Dedosan (kepala denda) dan ayan 1 ekor. Kemudian ada juga daerah sumber mata air yang tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang, dan jika ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi yaitu beras serombong, uang bolong seribu, kelapa, gula dan ayam untuk mengasuh sumber mata air.
Dan bila sanksi yang sudah ditentukan tersebut tidak dipatuhi oleh si pelanggar awiq-awiq, maka akan diberikan snksi yang lebih berat yaitu, tidak diberikan penghulu, kiyai adat dalam pelaksanaan syukuran/selamatan, seperti pada acara pemotongan padi digelar acara selamat padi (lumbung), maka si pelanggar awiq-awiq tersebut acaranya tidak akan dihadir oleh para kiyai dan komunitas adat. Dan sanksi yang paling berat adalah si pelanggar akan dikucilkan atau diasingkan dari kehidupan komunitas adat.
Seperti disebutkan diatas, bahwa hutan adat Bangket Bayan memiliku sumber mata air. Dan sumber mata air ini, selain untuk PDAM, juga air yang ada di hutan adat Bangket Bayan digunakan untuk mengairi sawah di Bangket Bayan dan sekitarnya. Mata air yang berasal dari Bangket Bayan menjadi bagian dari wisata air terjun yang berada di kawasan Desa Senaru. Ngelokoang adalah pengambilan pemamfaatn air, misalnya untuk air minum dan keperluan lain yang diambil dari Bangket Bayan yang diatur oleh Inan aik yang setara tugasnya dengan pekasih. Demikian juga dengan awiq-awiq yang tidak sembarang bisa memasuki wilayah sumber mata air kecuali orang yang menjabat Inan Aik.
Air memiliki arti penting bagi kehidupan mahluk. Karena air merupakan termasuk salah satu asal-usul kejadian manusia, yang dalam pemahaman tradisional masyarakat adat Dayan Gunung bahwa hutan, air, padi adalah sumber kehidupan. Hutan bila dikelola dengan baik tentu akan menghindarkan kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar